Janji Hijau PT Vale Ternoda Kebocoran Pipa di Towuti
Sebarkan artikel ini
Pipa minyak milik perusahaan PT Vale Indonesia Tbk mengalami kebocoran di Desa Lioka, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Sabtu (23/8/2025). Bagi warga desa, insiden ini bukan sekadar kebocoran teknis. Mereka kini cemas sawah yang menjadi sumber utama penghidupan akan gagal panen. SC
JANJI PT Vale Indonesia Tbk untuk menjaga kelestarian lingkungan kembali diuji. Pipa minyak perusahaan tambang nikel itu bocor di Desa Lioka, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Sabtu (23/8/2025). Minyak hitam pekat mengalir ke saluran drainase, persawahan, hingga sungai yang bermuara ke Danau Towuti.
Bagi warga desa, insiden ini bukan sekadar kebocoran teknis. Mereka cemas sawah yang menjadi sumber utama penghidupan akan gagal panen.
Di Dusun Molindowe, lapisan minyak tampak mengapung di air irigasi yang petani gunakan setiap hari.
“Kalau sudah tercemar begini, bagaimana padi bisa tumbuh?,” keluh seorang petani yang enggan menyebutkan namanya.
Sementara di salah satu video yang tersebar di media sosial, terlihat tumpahan minyak hitam diduga telah masuk ke persawahan warga.
“Pokoknya, kasih pasang badan semua komi di sini. Mana itu kayak bos-bos?. E, lihat ini e pencemaran lingkungan e, sampai ke sawah,” teriak salah satu warga di video viral tersebut.
“Kami masyarakat Dusun Molindowe di sini, hanya bermodalkan sawah. Ketika kayak begini kondisinya, apa yang terjadi,” sambung warga itu.
Respons Cepat, Namun Dampak Terlanjur Terjadi
Head of Corporate Communication PT Vale, Vanda Kusumaningrum mengakui, pipa bocor sekitar pukul 07.30 WITA.
“Tim masih menyelidiki penyebab kerusakan. Namun prioritas utama PT Vale memastikan sumber kebocoran bisa ditangani dengan baik serta melakukan mitigasi terhadap dampak sosial, masyarakat, dan lingkungan,” ujarnya dalam pernyataan resmi yang Eranesia.id terima.
Penanganan dari PT Vale Indonesia Tbk. SC
Menurut Vanda, sejak menerima laporan awal, PT Vale langsung mengaktifkan prosedur tanggap darurat melalui Emergency Response Group (ERG).
Tim darurat memasang oil boom dan oil trap untuk mencegah minyak menyebar lebih luas.
“Perusahaan juga mengaktifkan crisis management team untuk mempercepat pemulihan. Kami memahami insiden ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat, sehingga prioritas utama kami menjaga keselamatan masyarakat, pekerja, dan lingkungan,” jelasnya.
Vanda menegaskan, PT Vale terus berkoordinasi dengan instansi pemerintah serta pemangku kepentingan lain untuk memastikan transparansi informasi dan penanganan sesuai tata kelola tanggap darurat.
“Kami meminta maaf atas insiden ini. PT Vale berkomitmen menangani situasi dengan penuh tanggung jawab demi melindungi lingkungan dan keselamatan komunitas di sekitar wilayah operasi,” tutupnya.
Namun, langkah tanggap darurat itu tidak mampu mencegah minyak masuk ke lahan warga. Sawah-sawah di hilir tetap terpapar.
Fakta ini membuat warga ragu pada klaim perusahaan yang kerap menampilkan jargon ramah lingkungan di laporan tahunan, forum CSR, hingga seremoni ulang tahun.
Sorotan WALHI: Bukan Insiden Biasa
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan menilai kebocoran ini tidak bisa dianggap remeh.
“Insiden ini berpotensi melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tegas Divisi Hukum dan Politik Hijau WALHI Sulsel, Arfiandi dalam siaran pers yang Eranesia.id terima.
Menurutnya, kebocoran berisiko menimbulkan gagal panen, pencemaran tanah dan air, hingga kerusakan ekosistem lokal.
Jika terbukti akibat kelalaian, perusahaan bisa terjerat pidana lingkungan dengan hukuman hingga sembilan tahun penjara dan denda miliaran rupiah.
WALHI juga mengkritik lemahnya pengawasan teknis PT Vale.
“Kalau penyebabnya saja belum jelas, berarti sistem monitoring bermasalah. Standar tanggap darurat pun tidak berjalan optimal, karena minyak tetap masuk ke sawah warga,” tandas Arfiandi.
Lima Desakan WALHI
WALHI Sulsel kemudian mengajukan sejumlah desakan kepada pemerintah maupun PT Vale, antara lain:
Investigasi Independen – KLHK harus turun tangan melakukan audit lingkungan dan investigasi menyeluruh.
Kompensasi Warga – PT Vale wajib memberi ganti rugi layak bagi petani terdampak, sesuai hasil pendataan kerugian.
Pemulihan Lingkungan – Sawah dan irigasi yang tercemar harus direhabilitasi secara ekologis.
Sanksi Administratif dan Pidana – Jika terbukti lalai, pemerintah bisa mencabut izin lingkungan atau menjerat pidana lingkungan.
Penguatan Pencegahan – Pemerintah perlu melakukan audit menyeluruh terhadap infrastruktur pipa minyak untuk mencegah kebocoran berulang.
Insiden Lioka menyingkap jurang antara retorika keberlanjutan dengan realita di lapangan. Bagi PT Vale, kebocoran ini hanyalah “insiden yang ditangani cepat.”
Namun bagi petani di Towuti, tumpahan minyak berarti ancaman langsung terhadap pangan, pendapatan, dan kesehatan mereka. SAN/MUH