OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Kasus ini berkaitan dengan penetapan suku bunga pada industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau Pindar.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Agusman menjelaskan, OJK pernah mengarahkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk menetapkan batas maksimum manfaat ekonomi (suku bunga).
Arahan ini berlaku sebelum terbitnya SEOJK No.19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI.
“Penetapan batas maksimum suku bunga bertujuan melindungi masyarakat dari bunga tinggi dan membedakan pinjaman online legal (Pindar) dari yang ilegal (pinjol),” terangnya dalam siaran pers yang diterima Eranesia.id, Selasa (20/5/2025).
Agusman menjelaskan, Pasal 84 POJK 40 Tahun 2024 juga mengatur peran asosiasi seperti AFPI. Regulasi ini menugaskan AFPI membangun pengawasan berbasis disiplin pasar, memperkuat dan menyehatkan penyelenggara, serta menangani pengaduan masyarakat.
“OJK meminta AFPI ikut menertibkan anggotanya agar patuh pada semua ketentuan, termasuk soal batas maksimum manfaat ekonomi,” ungkapnya.
Agusman menegaskan, pentingnya pembatasan suku bunga untuk menjaga integritas industri LPBBTI dan melindungi konsumen.
OJK juga terus mengevaluasi batas maksimum itu secara berkala dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, perkembangan industri, dan kemampuan masyarakat.
“OJK akan menindak tegas pelanggaran ketentuan yang berlaku melalui langkah penegakan kepatuhan (enforcement),” tandasnya. *TAU/MUH













