PEMERINTAH bergerak cepat menghadirkan internet tetap berkecepatan tinggi hingga 100 Mbps ke pelosok negeri, termasuk sekolah, puskesmas, dan kantor desa yang selama ini terjebak dalam keterisolasian digital.
Langkah ini menyasar langsung wilayah blank spot area yang belum tersentuh jaringan serat optik dengan mengandalkan spektrum baru dan skema berbagi infrastruktur (open access).
“Inilah bentuk nyata pemerataan digital. Internet bukan lagi barang mewah, tapi kebutuhan dasar,” tegas Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid saat bertemu pimpinan Telkom, Telkomsel, Indosat, dan XL Smart di Jakarta dikutip dari Detikcom, Jumat (13/6/2025).
Kebijakan ini merupakan implementasi langsung dari arahan Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan digitalisasi sebagai penggerak utama ekonomi rakyat.
Meutya menekankan, fondasi pertumbuhan hari ini dan masa depan adalah konektivitas. Tanpa itu, daerah tertinggal akan terus tertinggal.
“Presiden sudah menyampaikan dengan jelas sejak pidato pelantikannya: digitalisasi harus hadir untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Realitas Digital yang Masih Jauh dari Merata
Data dari Ditjen Infrastruktur Digital mengungkap fakta yang mencolok:
- 86% sekolah (setara 190.000 unit) belum punya akses internet tetap
- 75% puskesmas (sekitar 7.800 unit) belum terkoneksi
- 32.000 kantor desa masih berada dalam blank spot
- Penetrasi fixed broadband baru 21,31% rumah tangga secara nasional
Artinya, mayoritas fasilitas publik masih bergantung pada koneksi seluler terbatas jika ada. Anak-anak belajar dengan sinyal sekarat, petugas kesehatan menunggu loading data pasien, dan aparat desa sulit mengakses layanan administrasi digital.
Spektrum Baru, Model Terbuka
Untuk menjawab tantangan itu, pemerintah menyiapkan spektrum baru yang akan dialokasikan secara transparan. Tidak ada dominasi pemain besar semua operator akan berbagi infrastruktur dalam skema open access. Ini berarti satu jaringan bisa dimanfaatkan banyak penyelenggara, sehingga efisien dan kompetitif.
“Setiap kebijakan spektrum ke depan harus memicu kolaborasi dan kesiapan industri, bukan sekadar pembagian izin,” ungkap Meutya.
Peraturan Menteri yang akan menjadi dasar hukum program ini telah melalui konsultasi intensif dengan industri selama lebih dari sebulan.
Proses seleksi operator akan dimulai tahun ini, dengan kriteria yang mengedepankan kesiapan teknologi dan komitmen untuk menyediakan layanan dengan harga terjangkau.
Program ini bukan semata proyek infrastruktur. Di baliknya ada misi besar memastikan setiap anak di sekolah terpencil, setiap ibu hamil di puskesmas, hingga setiap perangkat desa punya akses setara terhadap dunia digital.
Jika sukses, Indonesia akan mencetak sejarah baru, internet cepat tak lagi monopoli kota besar, tapi hadir di tengah kehidupan sehari-hari warga desa tanpa harus menunggu puluhan tahun. MUH













