Regional

Efisiensi Anggaran 2025: Donggala Kehilangan Rp140 Miliar

×

Efisiensi Anggaran 2025: Donggala Kehilangan Rp140 Miliar

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi. HO

PEMERINTAH pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memangkas anggaran transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp50,59 triliun pada 2025. 

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025 dan merupakan bagian dari strategi efisiensi belanja negara sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.

Secara keseluruhan, pemerintah menargetkan pemotongan anggaran sebesar Rp306 triliun pada tahun ini. 

Langkah ini dilakukan untuk menjaga stabilitas fiskal dan mengurangi defisit, meskipun berisiko memengaruhi layanan publik di berbagai daerah.

Salah satu daerah yang terdampak kebijakan ini adalah Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

Sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Donggala, Moh Fickri Labadjo, menyebut pemotongan TKD ke daerahnya mencapai Rp140,6 miliar.

Akibatnya, sejumlah proyek infrastruktur yang telah direncanakan batal direalisasikan. 

“Pemangkasan ini sangat berpengaruh pada program prioritas daerah,” ujar Fickri dikutip dari Media.alkhairaat.id, Rabu (19/2/2025).

Meski demikian, ia tidak merinci berapa alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang terdampak. Namun, ia menegaskan bahwa infrastruktur di Donggala umumnya dibiayai melalui DAU sektor pendidikan dan kesehatan.

Di sisi lain, Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga sudah terbebani oleh pembayaran gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

“Sebagian pembangunan fisik, seperti SPAM dan jembatan, masih bisa dibiayai dari PAD dan DBH sawit, tetapi nilainya kecil,” kata Fickri.

Ia juga mengungkapkan bahwa gaji PPPK angkatan 2022–2024 baru dapat dialokasikan untuk sembilan bulan ke depan. 

“Dengan angka ini saja, organisasi perangkat daerah (OPD) sudah kesulitan membiayai program dan kegiatan mereka,” tandas Fickri.

Dengan pemangkasan anggaran ini, Pemkab Donggala perlu mencari solusi agar program pembangunan tetap berjalan tanpa mengorbankan layanan publik bagi masyarakat. CAE/MUH