PEWARTA Foto Indonesia (PFI) Palu bersama DOSS menggelar bincang santai bertajuk “Foto Jurnalistik dalam Perspektif AI. Kreativitas, Etika, dan Realita”, Rabu (7/5/2025) malam, di Warkop Celebest Walet, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Diskusi ini menarik perhatian jurnalis, mahasiswa, dan komunitas fotografi yang ingin memahami dampak kecerdasan buatan (AI) terhadap dunia foto jurnalistik.
Dewan Etik PFI Palu, Basri Marzuki (BMZ), membuka diskusi dengan menegaskan bahwa AI tak bisa menggantikan nurani dan nilai kemanusiaan dalam foto jurnalistik.
“AI bisa membantu menangkap dan mengelola realitas, tapi hanya manusia yang mampu memahami makna dan emosi di balik foto,” terangnya.
Eks fotografer Reuters, Bea Wiharta, hadir sebagai narasumber. Ia mengaku memakai AI untuk riset, namun tetap mengandalkan insting saat memotret.
“AI tak punya rasa. Foto jurnalistik hidup karena konteks dan emosi, bukan sekadar gambar indah,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya caption akurat dan terverifikasi, bagian tak terpisahkan dari karya jurnalistik yang tidak bisa dihasilkan oleh AI.
Salah satu peserta diskusi, Fery mengapresiasi forum ini karena memberi perspektif yang jelas tentang posisi AI.
“Manusia menciptakan AI, tapi rasa dan nurani tetap milik kita. Itu yang tak tergantikan,” katanya.
Sesi tanya jawab berlangsung dinamis. Jurnalis muda dan fotografer pemula antusias menggali isu etika, tantangan, dan masa depan profesi fotografer di tengah gelombang teknologi.
Diskusi ditutup dengan sesi foto bersama sebagai simbol semangat untuk terus berkarya di tengah kemajuan teknologi.
“Kami ingin pewarta foto tetap peka dan menjunjung nilai kemanusiaan, meski teknologi terus berkembang,” tutup Ketua PFI Palu, Moh. Rifki. *MUH













