Regional

Sulteng Gandeng WRI, Rancang Pembangunan Rendah Karbon Daerah

×

Sulteng Gandeng WRI, Rancang Pembangunan Rendah Karbon Daerah

Sebarkan artikel ini
Pemerintah Sulteng melalui Bappeda menjalin kerja sama dengan WRI Indonesia untuk menyusun Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah (RPRKD) di Kota Palu, Jumat (22/8/2025). Foto: Taufan Bustan/Eranesia.id

PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah menegaskan komitmennya membangun daerah dengan pendekatan rendah karbon.

Pemprov Sulteng mewujudkan komitmen itu lewat kerja sama dengan WRI Indonesia untuk menyusun Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah (RPRKD).

Langkah ini krusial karena Sulteng menghadapi tantangan serius dari pertambangan nikel hingga deforestasi.

Data Global Forest Watch mencatat, dalam dua dekade terakhir, Sulteng kehilangan 15 persen tutupan hutan akibat alih fungsi lahan, ekstraksi logam dan migas, pembangunan infrastruktur, hingga perluasan permukiman. Kondisi itu memicu emisi karbon hingga 10,8 MtCO₂-eq per tahun.

Pemprov Sulteng meluncurkan kerja sama ini melalui lokakarya tiga hari bersama Kementerian PPN/Bappenas. Dari forum itu, pemerintah mulai menyusun RPRKD sebagai pedoman teknis penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang juga masuk dalam RPJPD Sulteng 2025–2045.

Kolaborasi ini meliputi strategi transisi energi terbarukan, efisiensi energi, perlindungan hutan, pengelolaan sampah, peningkatan produktivitas pertanian, hingga penguatan tata kelola pembangunan.

Tujuannya membangun ekonomi hijau yang berkeadilan sekaligus menjaga sumber daya alam dan masyarakat.

“Penyusunan RPRKD membutuhkan kontribusi kabupaten/kota agar target penurunan emisi tetap sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan penghidupan masyarakat setempat,” tegas Perencana Madya Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas, Anna Amalia, Jumat (22/8/2025).

Kepala Bappeda Sulteng, Christina Shandra Tobondo, menegaskan kolaborasi ini berlangsung hingga 2026.

“Visi kami menurunkan emisi GRK menuju Net Zero Emission, sejalan dengan misi membangun ekonomi berkeadilan melalui ekonomi hijau,” ujarnya.

Senior Manager for Climate WRI Indonesia, Egi Suarga, menekankan pentingnya transisi yang adil.

“Perubahan iklim dipicu aktivitas manusia, termasuk ekonomi. Karena itu, transisi menuju rendah karbon harus inklusif agar manfaatnya dirasakan semua lapisan masyarakat,” jelasnya.

Kerja sama ini masuk dalam program IKI-LTS 2050 is Now yang mendukung pemerintah Indonesia menyusun kebijakan iklim berbasis data, transparan, dan akuntabel.

Selain Sulawesi Tengah, program ini juga berjalan di Bali, Riau, Sulawesi Selatan, Papua, Papua Barat, dan Sumatera Selatan.

Upaya ini mempercepat transisi menuju ekonomi hijau sekaligus memperkuat pencapaian target iklim nasional maupun global. *TAU/MUH