FeatureRegional

Dari Jejak Kelam Menuju Kebangkitan di Bawah Merah Putih

×

Dari Jejak Kelam Menuju Kebangkitan di Bawah Merah Putih

Sebarkan artikel ini
Sejumlah mantan narapidana terorisme membentangkan bendera merah putih di kaki Gunung Biru, Desa Pantangolemba, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (16/8/2024). Foto : Taufan Bustan / Eranesia.id

ANGIN sepoi-sepoi menyapu lembut wajah-wajah yang tengah mendongak ke arah puncak Gunung Biru. Di kaki gunung yang menjulang gagah di Desa Pantagolembah, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso.

Puluhan pasang mata menatap takjub pada pemandangan yang terbentang di hadapan mereka siang itu. Sebuah bendera merah putih raksasa, berukuran 15×20 meter berkibar megah, seolah ingin menyentuh langit Sulawesi Tengah.

Namun, yang membuat pemandangan ini istimewa bukanlah ukuran benderanya, melainkan tangan-tangan yang membentangkannya.

Mereka adalah mantan narapidana terorisme (napiter), yang kini berdiri berdampingan dengan anggota Satuan Tugas (Satgas) Madago Raya Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng.

Hari itu, Jumat (16/8/2024), menjadi saksi bisu sebuah metamorfosis luar biasa.

Bagi Fauzi dan rekan-rekannya, ini bukan sekadar acara biasa. Ini adalah langkah pertama mereka kembali ke pelukan Ibu Pertiwi.

Menurutnya, pembentangan bendera menjadi kegiatan yang berkesan untuk ia pribadi dan seluruh rekannya sesama eks napiter.

“Karena jujur, mayoritas dari teman-teman kami yang hadir, baru ini mengikuti kegiatan sebesar ini,” kata Fauzi. 

Meski pun pembentangan dipusatkan di sebuah kebun pisang yang sederhana, mereka mengikuti dengan antusias kegiatan tersebut.

“Semoga kegiatan seperti ini akan terus berlangsung,” ujarnya. 

Napak tilas kembali ke NKRI

Komandan Operasi Madago Raya, Kombes Pol Boy F S Samola menjelaskan, kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian “Napak Tilas Kembali ke NKRI”. Sebuah judul yang sarat makna, menggambarkan perjalanan panjang dan berliku para eks napiter Poso.

Seorang mantan narapidana terorisme mengibarkan bendera merah putih di kaki Gunung Biru, Desa Pantangolemba, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (16/8/2024).Foto : Taufan Bustan / Eranesia.id

“Ini bukan sekadar seremonial,” tegas Boy. “Ini adalah ekspresi nyata kepedulian Polda Sulteng terhadap eks napiter, dan bagaimana mereka mengekspresikan kecintaan terhadap bangsa dan negara,” sambungnya. 

Sehari sebelumnya, rombongan ini telah melakukan napak tilas, menyusuri jalur-jalur yang dahulu menjadi medan operasi kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan mendiang Santoso alias 

Abu Wardah.

Kaki-kaki yang dulu berlari menghindari kejaran aparat, kini melangkah beriringan dengan mereka. Hutan dan pegunungan Poso yang dulunya menjadi saksi pertumpahan darah, kini menyaksikan lahirnya harapan baru.

Eks napiter lainnya, Rafli Tamanjeka, merenung sejenak sebelum mengakui kegiatan ini sangat diharapkannya sejak dulu.

“Kegiatan ini digelar di wilayah yang dulu menjadi basis aktivitas kami sebagai sipil bersenjata. Sekarang, kami berdiri di sini, di bawah bendera yang sama yang dulu kami tentang. Ini adalah bukti nyata kesatuan serta persatuan kami dengan negara,” paparnya. 

Seusai membentangkan bendera, Satgas Madago Raya membagikan paket sembako, 3.500 bibit pohon, dan dana tunai kepada 62 eks napiter yang berpartisipasi.

Mereka juga menerima 100 bendera merah putih untuk dipasang di rumah masing-masing.

Simbolisme yang kuat dari menanam bibit kebencian, kini mereka menanam bibit kehidupan dan harapan.

Saat matahari mulai condong ke barat, bendera raksasa itu masih berkibar gagah. Ibnu Khaldun memandangnya lekat-lekat, sebelum akhirnya berkata dengan suara yang mantap.

“Kami sadar negara ini diperjuangkan oleh para ulama, para santri, para kiai. Maka kami, kaum muslimin, juga siap untuk senantiasa mempertahankan kemerdekaan negara,” tambah Fauzi.

Di kaki Gunung Biru, di bawah kibaran merah putih raksasa, Poso menulis babak baru dalam sejarahnya.

Sebuah kisah tentang pengampunan, penerimaan, dan harapan warga yang sebelumnya memilih jalan kelam. Bukti bahwa cinta tanah air, sekali tertanam dalam hati, tidak akan pernah benar-benar hilang.

Upacara hari kemerdekaan

Seusai pembentangan, Sabtu (17/8/2024), mereka mengikuti upacara memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Republik Indonesia di lapangan Tabalu, Kecamatan Poso Pesisir.

Upacara ini menjadi simbol kuat rekonsiliasi dan integrasi mantan  napiter kembali ke pangkuan masyarakat dan NKRI.

Petugas bersiap mengibarkan benderah merah putih pada upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indoensia ke-79 tahun yang diikuti ratusan mantan napiter di lapangan Tabalu, Poso, Sulawesi Tengah. Foto : Taufan Bustan / Eranesia.id

Kapolda Sulteng, Irjen Agus Nugroho, yang menjadi inspektur pada upacara tersebut, menyatakan upacara itu merupakan bukti bahwa mereka yang pernah terlibat dalam aksi radikalisme masih memiliki kesempatan untuk kembali berintegrasi dengan masyarakat.

“Kami ingin membangun kepercayaan masyarakat terhadap proses deradikalisasi yang telah kami lakukan,” ujarnya.

Upacara yang diikuti oleh sekitar 200 eks napiter, yang sebelumnya merupakan anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dan Jemaah Islamiyah (JI), tidak hanya dimaksudkan untuk merayakan kemerdekaan Indonesia, tetapi juga untuk mengirim pesan kuat tentang pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.

“Upacara ini adalah simbol rekonsiliasi dan integrasi eks napiter kembali ke masyarakat,” kata Agus.

Ia juga menyoroti keberhasilan program deradikalisasi di Sulawesi Tengah, meskipun masih ada tantangan, seperti stigma sosial.

Agus menegaskan, komitmen Polda Sulteng untuk terus meningkatkan kualitas program deradikalisasi dan memberikan dukungan komprehensif bagi para mantan napiter.

“Kami akan terus melibatkan generasi muda dalam pelbagai kegiatan yang dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air,” lanjutnya.

Mantan napiter Poso, Imran Abu Zahra mengungkapkan, bahwa mengikuti upacara bendera ini adalah pengalaman baru yang sangat berarti baginya dan rekan-rekannya, terutama setelah sebelumnya menolak NKRI.

“Alhamdulillah, kami sangat senang bisa dilibatkan dalam upacara bendera merah putih pada perayaan hari kemerdekaan,” katanya.

Imran, yang pernah terlibat dalam aksi terorisme bersama JI dan MIT, mengaku sangat bersyukur bisa kembali ke NKRI.

“Alhamdulillah, karena izin Allah SWT, saya dan kami semua bisa kembali ke NKRI. Ini keputusan dari dalam hati, kami ikhlas dan tulus mencintai negara Republik Indonesia,” ungkapnya.

Imran berharap, kegiatan ini dapat memperkuat kesatuan antarwarga, khususnya bagi mereka yang pernah menjadi napiter, dan berharap upacara serupa dapat digelar kembali di masa mendatang.

Kepada mereka yang masih terlibat dalam kelompok terorisme, Imran berpesan, agar segera kembali ke pangkuan NKRI.

“Mari kita rawat negara ini dengan baik, karena ini adalah amanah yang diberikan Allah untuk kita jaga,” tambahnya.

Sejumlah mantan narapidana terorisme mengikuti upacara bendera merah putih memperingati hari Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indoensia ke-79 tahun di lapangan Tabalu, Poso, Sulawesi Tengah, Sabtu (17/8). Foto : Taufan Bustan / Eranesia.id

Imran sendiri adalah mantan anggota JI di Poso dan telah ditangkap tiga kali karena keterlibatannya dalam aksi teror. Setelah menjalani proses deradikalisasi, kini ia telah kembali ke NKRI dan hidup bahagia bersama keluarganya di Poso.

Tokoh masyarakat Poso, Muhammad Adnan Arsal menyatakan, bahwa penghormatan bendera dalam upacara peringatan HUT RI 

ini bukanlah bentuk penyembahan, melainkan simbol pengorbanan banyak nyawa dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Adnan yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Amanah Ummah Poso mengajak para mantan napiter yang telah berikrar setia kepada NKRI untuk tetap taat kepada pemerintahan.

“Kegiatan ini merupakan langkah penting dalam memastikan kesatuan dan kedamaian di NKRI, khususnya di Poso yang pernah dilanda konflik,” tutupnya. CAE